Wartarepublik.com ll Aceh Tamiang – TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) begitu sebutannya, hadir di dua provinsi yang membelah wilayah Sumatera Utara dan Aceh [Tepatnya kabupaten Aceh Tamiang].Rabu,09/10/2024
Banyak cerita heroik tersaji di lahan yang penuh dengan keanekaragaman hayati berbiak di sana. Kini? Siklus itu terganggu akibat tangan jahil dan ulah manusia, mencabik dan di porak porandakan ekosistem habitatnya.
Carut marut sengketa pun terjadi, karena kerakusan manusia, ingin menguasai lahan di wilayah TNGL secara ilegal dan serampangan.
Tak tanggung-tanggung, TNGL terus dicabik-cabik mencapai sebelas ribu hektar lebih lahan yang dieksploitasi dibuka dan dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
‘Okupasi’ lahan secara personal dan kelompok ilegal, memunculkan ‘kohesi’ dan ‘prasmanan’ cuan tak lazim terus saja menggerus areal TNGL itu, secara serampangan, membabi buta demi lembaran berharga.
Mereka tak pernah hiraukan bencana ‘menggelayut’ menghantui masyarakat Aceh Tamiang. Apakah mereka berpikir tentang itu? Di benaknya hanya cuan haram hasil dari pembabatan hutan dan penguasaan lahan ilegal.
Masyarakat hanya menerima prasmanan ‘bancakan’ bencana banjir bandang dan tahunan dari ulah mereka. Sangat tidak adil.
Padahal sejak tahun 1997, kawasan kabel gajah [Pucuk Tenggulun] itu, merupakan bagian kawasan SM Sikundur, sebelum di tetapkan dalam kawasan TNGL Sikundur kurang lebih ±60.000 hektar, terletak antara Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Dasar penetapan itu adalah SK Menhut RI nomor 276 / 1997, kawasan TNGL Sikundur yang merupakan bagian KEL, seluas 1.004.692 hektar dengan SK Menhut RI nomor 6589 tahun 2014 terjadi perubahan luasan tutupan lahan menjadi 838.872 hektar.
Karena ada beberapa wilayah dalam TNGL mengalami kerusakan dan tidak bisa dipertahankan lagi, termasuk di wilayah kabel gajah (pucuk) Tenggulun sekitarnya yang berbatasan dengan kawasan Bukit Mas, Sekoci dan Sebetung Besitang Kabupaten Langkat.
Termasuk pembukaan lahan TNGL Sikundur di Sibetung Besitang pada tahun 1998 yang mencapai 1.000 ha menjadi konflik dan sengketa antara HGU PT Putri Hijau dan PT Raya Padang Langkat menjadi perkebunan sawit.
“Apakah para pembalak itu mengerti arahan pungsi hutan dan cakupannya? Seyogianya, semua pihak harus memahami hal tersebut, untuk tidak mengubah tata guna hutan. Malah yang terjadi sebaliknya, pembabatan dan penguasaan lahan secara membabi buta,” tegas Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari). Sayed Zainal M, SH.Selasa, 8 Oktober 2024 di Kualasimpang.
Apalagi, Kawasan kabel gajah (pucuk) TNGL Sikundur, dulu sekitar tahun 1985, melintas lokasi 1,9 dab 1,10 diberikan izin jalan koridor (sebutan pasar batu) yang melintas ke arah Bukit Mas Besitang oleh Menteri Kehutanan untuk HPH PT RGM dan PT Cipta Rimba Djaya (TRD).
Jalan Koridor yang digunakan untuk mengangkat kayu bulat ke Besitang dan ke Medan dengan membangun jembatan di sungai besi Besitang, daerah Bukit Mas.
Sayed beberkan bahwa; Kawasan TNGL Sikundur di Tenggulun beberapa lokasi dengan sebutan daerah 1.2 – 1.5 – 1,6 – 1.8, 1.9 – 1.10 dan daerah kabel gajah (pucuk), kawasan TNGL Sikundur terutama daerah 1.0 dan 1.8 telah dijarah dan dibabat dan di beberapa titik dialihkan fungsi menjadi perkebunan sawit secara ilegal sampai saat ini sejak tahun 2000.
Diketahui bersama bhawa; kawasan kabel gajah pernah dibuat pos TNGL dan dipindahkan pos tersebut di daerah kampung lama Tenggulun, dibangun secara permanen sekarang sudah ditutup dan tidak difungsikan lagi.
# Lahirnya Permendagri Nomor 28 Tahun 2020.
Ringkasan lahirnya Permendagri nomor 28 tahun 2020, 19 Mei 2020
Bupati Aceh Tamiang, 22 Agustus 2008 melalui Surat Keputusan (SK) nomor 389 / 2008 menetapkan pembentukan panitia Tapal batas TNGL di Kabupaten Aceh Tamiang, bekerja sama anggaran BPKHI Medan dengan persetujuan Bapak H. Abdul Latif [Kala itu].
Lalu di medio 2 Agustus 2010, H. Abdul Latif, menerbitkan SK nomor 542/2010 tentang pembentukan tim pengarah tim teknis penegasan batas daerah
Dan tanggal, 14 Agustus 2010 diadakan rapat persiapan lanjutan pemasangan pilar batas (PBA) Aceh Sumut, berkaitan kawasan TNGL Sikundur Tenggulun, segmen batas dengan Bukit Mas Besitang.
Konsultannya saat itu PT. Triple C dan Datok Penghulu Tenggulun DT. Ahmad Siddiq [dulu]. Yang sebelumnya DT. Ahmad Siddiq pada bulan Oktober 2009, membuat keterangan sejarah dan asal usul keberadaan kawasan Sikundur bersama Camat Besitang 22 Oktober 2009 dan tim Tapem Pemerintah Kabupaten Langkat memberi dukungan pemasangan pilar Tapal batas.
Pada beberapa kali pertemuan antara Pemerintah Aceh, Pemda Langkat dan Sumut dalam rangka padu serasi sekitar tahun 2017 – 2019 berkaitan Tapal batas. Selanjutnya pada 26 Maret 2014 Gubernur Aceh Zaini Abdullah melalui SK Gubernur nomor 522 / 2009 / 2014 meneribitkan panitia tapal batas kawasan hutan Kabupaten Aceh Tamiang / Kota di wilayah Aceh
Dengan disahkan Permendagri nomor 28 / 2020 19 Mei 2020 oleh Mendagri RI Muhammad Tito Karnavian tentang Persetujuan batas daerah Kabupaten Aceh Tamiang Aceh dengan Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Rujukannya, SK dalam Permendagri tersebut terutama dari titik koordinat 47 arah Tenggara sampai koordinat
48 LU 04 ° 00’ 27.228’ BT 98 ° 04’ 37, 159” dan koordinat LU 03 ° 59’ 58, 27” BT 98 sampai dengan 75, ke arah Barat Daya sampai pada titik Kartometrik adalah kordinat yang ditentukan berdasarkan pengukuran dan perhitungan posisi dengan menggunakan peta dasar dan peta lainnya.
Kawasan inilah yang merupakan bagian kawasan TNGL Sikundur yang sebelum ada Permendagri RI nomor 28 tahun 2020 berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Dengan pengesahan Tapal batas oleh Mendagri RI 19 Mei 2020, perkiraan dari titik kordinat 47 sampai dengan 75 kawasan TNGL Sikundur di Tenggulun masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tamiang mencapai ±7000 ha.
Kawasan inilah yang terus dibabat, dijarah. Kegiatan ilegal Loging dengan pembukaan akses jalan dengan menggunakan alat berat (beko – buldozer) serta mengalihkan fungsi menjadi perkebunan sawit secara ilegal dengan modus atas nama masyarakat Tenggulun tanpa ada bisa menghentikan termasuk BB – TNGL.
# Upaya Penguasaan Lahan Di Kawasan Kabel Gajah [Pucuk] TNGL Sikundur.
Bulan Februari 2021, Kelompok Tani (Poktan) Swakarsa Mandiri domisili Tenggulun digugat di PN Stabat oleh Bukhori, warga Medan Aplas sebagai penggugat dan akhirnya para pihak melakukan perdamaian, dan Poktan Swakarsa Mandiri menguasai lahan di kawasan kabel gajah (Pucuk) TNGL Sikundur kurang lebih seluas 1.100 hektar.
Penguasaan lahan tersebut untuk melakukan eksekusi berdasarkan keputusan PN Stabat nomor 7 / Pen Eks / akta perdamaian / 2020 / PN Stabat.
Objek lokasinya berada dalam kawasan TNGL Sikundur Tenggulun [berdasarkan Permendagri RI nomor 28/2020], berada dalam administrasi Kabupaten Aceh Tamiang yang lokasi kabel gajah telah dikuasai oleh kelompok Jumadi Cs .
”Kemudian di bulan Mei 2021 Bupati Aceh Tamiang Mursil, SH [dulu] membuat telaah kepada Gubernur Aceh, bunyinya agar Gubernur memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur Sumatera Utara dan Mahkamah Agung RI, bahwa objek lokasi sengketa yang dimaksud dalam gugatan lokasi kabel gajah [pucuk] adalah wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tamiang,” Sebutnya.
Merujuk pada Permendagri RI tersebut dan surat Gubernur Aceh yang disampaikan tanggal 8 April 2021. Sehingga sejak April 2021, kurang lebih seluas 1.100 hektar tidak dikuasai oleh Poktan Swakarsa Mandiri dan Bukhori, namun lokasi yang terletak di kabel gajah itu, dilakukan alih fungsi menjadi kebun sawitan oleh Jumadi CS dengan modus jual beli lahan padahal garapan itu adalah milik warga Tenggulun ± luas 400 hektar pada titik kordnat
LU 03 ° 57’ 48,1 “ BT 98° 00’ 44,01”
LU 03 ° 57’ 34,7 “ BT 98° 00’ 40,07”
LU 03 ° 57’ 24,3” BT 98° 00’ 41,2”.
# Temuan LembAHtari
Lalu pada bulan Juli 2018, kawasan lokasi 1,8, berbatasan dengan lokasi 1,9 TNGL Sikundur hampir ± 400 ha telah dialihkan fungsi menjadi perkebunan sawit.
Aktivitasnya dimulai perambahan sekitar tahun 2000 – 2001, dan pada tahun 2018 pemilik lahan melakukan replanting tahap 1 dan lokasi sejak tahun 2022 dialihkan menjadi pemilik lahan Edi Limin, pengusaha perkebunan sawit asal dari Sumatera Utara.
Indikasi dan modus mendapatkan lahan itu sejak awal, berdasarkan jual beli lahan berlabel surat keterangan garap yang di terbitkan mantan Datok Tenggulun A. Sidik [telah Almarhum]. Sedangkan kawasan ini termasuk dalam kawasan wilayah Aceh Tamiang yang di tetapkan dalam Permendagri RI nomor 28 tahun 2020.
Sedangkan dilokasi 1,2 bersebelahan dengan 1,5 dan 1,6 bagian kawasan TNGL Sikundur pada Januari 2022, mencapai secara intensif dan pembukaan dengan menggunakan alat berat (eskavator – buldozer) indikasi atas nama Jumadi CS dan saat ini telah mulai panen. [Lokasi – lokasi ini berbatasan dengan kawasan Sibetung Bukit Mas Besiitang Kabupaten Langkat].
Dan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) satuan kerja Aceh Tamiang pada waktu itu, melalui surat Nomor 38/X/2022, tanggal 10 Oktober 2022 mengusulkan kepada Bupati Aceh Tamiang (Bapak Mursil, SH) merekomendasikan peruntukan lahan pertanian bagi mantan korban konflik, Napol/Tapol seluas ± 3.000 hektar.
Lalu Mursil, SH menerbitkan SK nama – nama penerima manfaat sebanyak 1.222 orang dengan SK Nomor 47/1207/2022 Tanggal 30 Desember 2022, Mursil, SH melalui surat Nomor 590/6043 mengajukan permohonan pelepasan kawasan ± seluas 3.000 ha, dalam kawasan TNGL Sikundur Tenggulun.
Berdasarkan peta lokasi, Usulun berada di lokasi 1,9 yang bersebelahan dengan lokasi 1,5 – 1,6 dan 1,8. Dari data yang ada, nama –nama yang di usulkan hanya 1.222 orang [masing – masing 2 ha], sedangkan lokasi usulan seluas 3.000 ha
“Ya, kita LembAHtari menemukan bahwa telah menjadi penguasaan lahan TNGL Sikundur Tenggulun yang masuk dalam wilayah administrasi Aceh Tamiang [Permendagri Nomor 28/Tahun 2020], telah terjadi pembalakan liar dan alih fungsi lahan/kawasan TNGL Sikundur secara masif, dan terencana, tanpa ada tindakan nyata dari BB – TNGL untuk menghentikan aktivitas perusakan TNGL Sikundur, ini tidak boleh dibiarkan, harus ada sikap dan tindakan,” jelas Sayed, yang juga ketua Forum CSR Aceh Tamiang.
Kata Dua diduga pelaku adalah mafia tanah/kebun sawit secara ilegal dan pembiayaan dari pengusaha kebun sawit dari Medan bekerja sama dengan Jumasi CS, warga asal Tenggulun.
# Hasil Monitoring
Sejak Februari 2023 – September 2024, di beberapa lokasi kawasan TNGL Sikundur, lokasi genting, Sibetung kecil. 1,9 Sungai Besitang Kecil, arah air panas (Batu Candi) dan kabel gajah, telah terjadi pembukaan jalan dengan menggunakan alat berat (eskavatir), pembalakan dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit.
Bukti itu lapangan tersebut dioerkuat oleh titik koordinat, N 03° 59’ 22,04” E 97° 57’ 57,68” N 03° 59’ 42,17” E 97° 56’ 31,84” N 03° 57’ 12,86” N 03° 55’ 17,92” E 98° 03’ 7,49” E 97° 56’31,84”
N 03° 58’ 0,65” N 03° 58’ 09,5”
98° 02’ 59,2” E 98° 03’11,7”
N 03° 57’ 59,3” N 03° 57’ 57,7” E 98° 02’ 30,3” E 98° 03’ 11,7” N 03° 57’ 45,4” N 03° 58’ 00,58” E 98° 02’ 25,1” E 98° 02’11,5” N 03° 58’ 58,1” N 03° 03°59’ 08,3” E 98° 02’ 25,1” E. 98° 02’ 46,3” N 03° 57’ 49,2” N 03° 57’ 47,2” E 98° 02’ 44,7” E 98° 02’ 45,8”.
Sedangkan saat terbangkan drone, tanggal 5 Juni 2024 di kabel gajah pada titik koordinat N 03° 57’ 36,6”; N 03° 57’ 36,66” E 98° 00’ 39,0”; E 98° 00’ 39,0”; N 03° 57’ 47,8” E 98° 00’ 44,0”
# Saran, Inventarisir Ulang
Sebut Sayed menyarankan, agar ada tindakan pencegahan dan tindakan pemghentian pembukaan kebun sawit dan pembalakan liar di kawasan Sikundur Tenggulun berdasarkan lokasi Tapal batas Permendagri RI Nomor 28 Tahun 2020.
Inventarisasi ulang siapa –siapa kelompok atau masyrakat yang memiliki, menguasai lahan dalam kawasan TNGL Sikundur Tenggulun di lokasi ± 7.000 ha berdasarkan Penetapan atau pengesahan Tapal Batas Aceh Tamiang Aceh dengan Kab. Langkat Sumut.
Atur peruntukan dan perencanaan pemanfaatan dan penglolaan kawasan TNGL Sikundur Tenggulun sesuai dengan fungsi kawasan
Mengingat, Kawasan TNGL Sikundur Tenggulun dasar Pemendagri RI Nomor 28 tahun 2020 ± 7.000 ha telah dikuasai mafia tanah dan kebun sawit, oknum pelaku (mafia tanah) perlu ada penegakan hukum dan harus diingat, oknum – oknum ini dekat dengan Aparat Penegak Hukum
“Saya kira, Ada indikasi, lahan ± seluas 3.000 ha untuk peruntukan korban konflik yang diusulkan oleh BRA satuan Aceh Tamiang indikasi dengan rencana peruntukan dan dengan dukungan oleh oknum mafia tanah/kebun sawit dari Medan, melalui Jumadi CS,” katanya.
Apalagi, oknum dan kelompok – kelompok tersebut sengaja menyampaikan isu –isu di tengah masyarakat Tenggulun, bahwa kawasan hutan TNGL Sikundur yang berdasarkan Permendagri No. 28 tahun 2020 merupakan kawasan yang sudah di lepaskan fungsinya menjadi APL.
“Terutama itu; ditemukan bukti dan data kawasan TNGL Sikundur Tenggulun, terutama di lokasi Pasar Batu atau mulai dari Kabel Gajah 1,9 dan sekitar lokasi 1,10 diusulkan masuk dalam program PSR [Program Peremajaan Sawit Rakyat] untuk tahun 2024 dan telah pemetaan dibuat oleh BPKH XVIII Banda Aceh,” saranya.
Kata Sayed lagi, segera hentikan dan cegah pembabatan kawasan TNGL Sikundur Tenggulun di lokasi berdasarkan Permendagri No. 28 Tahun 2020, dengan membuat tim terpadu dari Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tamiang, dengan melibat pihak – pihak yang terkait unsur APH Provinsi Aceh, Gubernur, Bupati Aceh Tamiang.