Tidak nyaman berada di bawah sorotan negatif orang lain. Jauh lebih mudah bagi kita untuk menerima pujian dan pandangan kagum sahabat kita. Itu sebabnya ketika kita dikritik, reaksi spontan kita adalah membela diri. Padahal dengan berbuat demikian, kita kehilangan kesempatan mendengarkan komentar jujur orang lain. Kita pun tidak lagi peka terhadap kekurangan dan kesalahan diri.
Seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus mengenai apa yang harus diperbuatnya untuk memperoleh hidup yang kekal. Tentu ia sendiri sudah mengetahui jawabannya. Karena itu, segera dia mengajukan pertanyaan kedua dengan maksud membenarkan dirinya. Tampaknya dia merasa bahwa dirinya kurang mengasihi sesamanya. Namun mungkin dia berharap Yesus memaklumi dan menganggapnya cukup layak untuk memperoleh hidup kekal. Yesus tidak langsung menjawab pertanyaannya, melainkan menceritakan kisah menarik tentang seorang Samaria yang menolong orang yang sekarat sehabis dirampok. Dari kisah itu, sang ahli Taurat menunjukkan bahwa dirinya sudah mengetahui apa itu mengasihi, namun sebenarnya ia belum melakukannya.
Ketika kita sibuk berpikir untuk membela diri, kita sulit mengakui kelemahan. Akibatnya, kita juga menutup diri terhadap anugerah pembenaran dari Tuhan (Rm. 3:20-24).
Tidak seorang pun sempurna dalam hal kasih. Sebab itu, marilah kita mengakui ketidakmampuan untuk mengasihi. Kita perlu memohon pertolongan Tuhan agar mampu melaksanakan hukum kasih itu.
Rep.Mrg*