Wartarepublik.com
Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan para pihak yang menyebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru dibuat untuk meringankan vonis mati mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo memakai cara berpikir gila.Hal itu disampaikan Yasonna usai melantik Asep Nana Mulyana sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Graha Pengayoman Kemenkumham, Jakarta, Kamis (23/2)
Awalnya, Yasonna meminta jajarannya untuk mendukung penuh program pemerintah dalam sosialisasi KUHP sebelum diterapkan tiga tahun mendatang.
Ia mengatakan sosialisasi penting dilakukan kepada penegak hukum, pengacara hingga dosen-dosen agar tidak ada salah pemahaman.
"Karena belakangan ini ada juga pengacara kondang yang salah mengerti, jadi bukan berarti kalau sudah pengacara kondang tahu semua. Kalau tidak mengetahui latar belakang, filosofis di dalam ayatnya, pembahasannya seperti apa," kata Yasonna.
Yasonna lalu menyinggung soal isu yang menyebut ketentuan pidana mati dalam KUHP baru dibuat untuk mengakomodir Sambo.
Menurutnya, pemikiran itu gila dan bentuk penghinaan kepada para profesor yang ikut menyusun KUHP.
"Seolah-olah hukum pidana ini dibuat dengan masa percobaan 10 tahun untuk mengakomodasi seorang terdakwa yang dihukum mati, saya bilang itu penghinaan kepada profesor profesor yang sudah mendahului kita," kata Yasonna.
"Saya bilang ini cara berpikir gila. Maka untuk itu perlu sosialisasi KUHP," ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati kepada Sambo lantaran terbukti melakukan pembunuhan berencana serta merusak barang bukti elektronik terkait pembunuhan Brigadir J.
Sambo dinilai terbukti melanggar Pasal 340 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Sambo dihukum dengan pidana penjara seumur hidup. Sambo kemudian mengajukan banding.